Rabu, 28 Desember 2016

KRITIK BANGUNAN - MODERN & POST MODERN



KRITIK ARSITEKTUR


1. Self critism             

Self critism adalah salah satu metode untuk mengkritisi suatu karya/objek punya kita sendiri dan dikritisi oleh diri kita sendiri. Hal ini bisa dilakukan jika diri kita mempunyai perspektif berbeda di dalam otak atau pikiran kita. Bisa dikatakan bahwa self critism ini membuat kita untuk berfikir menjadi orang lain. Dalam proses berfikir self critism, dalam otak kita harus berfikir menjadi 2 sudut pandang pribadi yaitu pikiran positif menjelaskan tentang apa yang harus diperbaiki dan ada pikiran negative menjelaskan rasa takut kemudian memperbaikinya.

 2. Authority critism          

   Authority critism adalah salah satu metode untuk mengkritisi suatu karya/objek oleh orang yang mempunyai wewenang. Seperti dari pihak pemerintah yang mengkritisi. Dalam prosesnya terdapat hirarki antara individu dengan pihak berwenang.

 3. Expert critism

 Expert critism adalah salah satu metode untuk mengkritisi suatu karya/objek oleh orang yang mempunyai keahlian dibidangnya sehingga ia memliki hak untuk mengkritisi karena keahlian dan pengalamannya. Contohnya seperti juri yang mengritisi hasil karya

 4. Peer critism                 

Peer critism adalah salah satu metode untuk mengkritisi suatu karya/objek oleh suatu kelompok ke kelompok lainnya. 

5. Layman critism            

 Layman critism adalah salah satu metode untuk mengkritisi suatu karya/objek oleh masyarakat awam. Kritik yang dikeluarkan lebih jujur karena kritik dikeluarkan dengan spontan dan menurut pikiran sendiri.


BANGUNAN POST MODERN


Desain rumah di Philadephia yang dijuluki Vanna Venturi House yang memiliki gaya desain arsitektur Postmodern karya Robert Venturi.

Seorang arsitek Amerika bernama Robert Venturi merancang rumah untuk ibunya di tahun 1950-an. Rumah tersebut merupakan rumah di pinggiran kota Philadelphia dengan gaya arsitektur kontemporer, tepatnya bergaya postmodern. Namun, pengaruhnya sungguh besar, hingga saat ini, rumah ini disebut sebagai  rumah bergaya Postmodern yang pertama.

Venna Venturi House: Rumah Postmodern yang pertama kali

Rumah ini menggabungkan banyak perangkat yang digunakan oleh arsitek modernis seperti Mies van der Rohe dan Frank Lloyd Wright, mulai dari desain jendela horizontal ribbon hingga desain façade yang sederhana. Venturi juga memasukkan ornamen postmodern dalam desainnya. Dengan memperkenalkan kembali elemen tradisional yang banyak diaplikasikan pada rumah-rumah, ia banyak mengubah elemen, misalnya dengan menghadirkan atap kubah ketimbang atap runcing pada area di pintu masuk, yang meletakkan dasar bagi gerakan Postmodern secara keseluruhan. Seorang Arsitek Italia, Aldo Rossi , berpendapat bahwa bangunan ini memiliki arsitektur yang bebas.  Sementara itu, seorang arsitek asal Amerika mengomentari rumah dengan gaya desain postmodernisme ini sebagai rumah dengan abstraksi modern namun masih berakar kuat dalam tradisi. Berbagai desain yang berbeda muncul selama enam tahun. Versi awal sangat dipengaruhi oleh Kahn, yang juga sedang membangun sebuah rumah di jalan yang sama – rumah Esherick di tahun 1961. Tapi pada desain akhirnya, Venturi dan Scott Brown bekerja bersama-sama pada proyek dan mengambil bentuk yang lebih radikal. Rumah postmodern di Amerika dengan bentuk fasad gable yang monumental dan cerobong asap besar Rumah ini memiliki atap pitched roof dengan sebuah cerobong besar.  Rumah postmodern di Amerika ini selesai dibangun pada tahun 1964, lebih dari satu dekade sebelum postmodernisme masuk dan diadaptasi secara penuh. Rumah ini sangat populer terutama karena bentuk fasadnya  sebuah gable monumental dan cerobong asap yang besar di pusat dan bermacam-macam jendela yang nampak tak serasi.

BANGUNAN MODERN


Nama bangunan : Villa Savoye
Arsitek : Le Corbusier, Pierre Andre Jeanneret
Lokasi : 82, rue de Villiers
Poissy, France
Dibangun pada : 1929-1931
Gaya Arsitektural : Gaya Internasional
Fungsi Bangunan : Rumah Keluarga kecil (rumah akhir pekan)
Sistem Struktur : Struktur beton bertulang
Konteks : Konteks alam
Iklim : Sedang


Pada bangunan Villa Savoye ini menggunakan analogy linguistic yaitu model expressionis. Si arsitek ingin mengungkapkan sikapnya yang visioner yang melihat ke depan yang cenderung lebih berani mengeksploitasi materil-material dan bentuk-bentuk baru. Villa Savoye ini terlihat seperti melayang karena penonjolan pada lantai 2 yang keluar dan hanya di topang oleh tiang-tiang kecil yang terlihat samar. Bangunan ini akan terlihat berbeda apabila di lihat dari berbagai sisi. Le Corbusier menyusun pendekatan ke arah rumah untuk menjadi pengalaman terbaik oleh seorang penumpang mobil. Lewat gerbang pintu masuk, pandangan para pengunjung dihalangi oleh pohon. Rumah mengungkapkan dirinya sendiri tiba-tiba sebagai kotak putih agung, menunggu dekat pada pilotis. Ini adalah suatu ungkapan kuat dari suatu bentuk primitif diangkat dengan pembukaan itu yang mengungkapkan pandangan sekilas bagian dalam itu. Tampak dapat menarik oleh pengaruh cahaya dan bayangan, padat dan kekosongan, pandangan sekilas bagian dalam yang secara hati-hati dibingkai oleh lampiran eksternal. Penegasan Le Corbusier bahwa sebuah rumah adalah sebuah mesin untuk dihuni. Keterangan dan kegunaan kegunaan lain dari analogi menganggap bahwa bangunan2, seperti mesin-mesin, sekiranya hanya menyatakan apa sesungguhnya mereka dan apa yang mereka lakukan. Sekiranya mereka tidak menyembunyikan fakta-fakta ini dengan hiasan yang tidak relevan dalam bentuk gaya-gaya. Sebuah bangunan modern harus setia pada dirinya sendiri, tentunya tembus pandang dan bersih dari kedustaan atau hal-hal sepele, untuk menyesuaikan dengan dunia mekanisasi dan pengangkutan cepat kita sekarang. 

Rabu, 09 November 2016

KRITIK ARSITEKTUR : GEDUNG BURJ AL-ARAB PADA KAWASAN TEPI PANTAI KRITIK ARSITEKTUR TUGAS KE 2

KRITIK PENAFSIRAN : Proses menafsirkan secara subjektif dalam menanggapi sebuah karya menghasilkan sebuah kritikan yang cenderung memberikan pandangan baru.

  • Kritik Advokasi :  Pembelaan tanggapan negatif dalam sebuah karya, tersaji dalam sebuah kritikan yang menunjukan hal positif dari karya tersebut,
  • Kritik Evokatif : Mengangkat kelebihan/sisi baik suatu karya bertujuan untuk menggugah daya tarik terhadap karya tersebut dengan sebuah pendapat secara emosional.
  • Kritik Impresionistik : Memberikan suatu kesan terhadap sebuah karya sehingga dapat mempengaruhi untuk membuat sebuah karya yang lebih baik lagi.


KRITIK DESKRIPTIF : Pendeskipsian sebuah karya dalam proses merespon apa yang dilihat yang dipengaruhi dengan apa yang diketahu dan diyakini.

  • Kritik Penjelasan : Memberikan gambaran terhadap sebuah karya dalam bentuk grafis, verbal dan prosedural.
  • Kritik Biografis : Menitikberatkan tentang gambaran tokoh pembuat sebuah karya.
  • Kritik Kontekstual : Membahas mengenai konteks pengaruh sosial, politik, ekonomi dan budaya terhadap sebuah karya arsitektur sehingga dapat terpengaruhi langgam/gaya bangunan. 

KRITIK ARSITEKTUR :Gedung Burj Al-Arab. Dubai, Uni Emirat Arab 

PROFIL

Burj Al-Arab adalah sebuah hotel mewah yang terletak di Dubai, Uni Emirat Arab. Bangunan Burj al-Arab, didesain oleh Tom Wright, mencapai ketinggian 321 meter dan adalah bangunan tertinggi yang sepenuhnya digunakan sebagai hotel. Bangunan ini berdiri di sebuah Pulau buatan yang berada 280m lepas pantai di Teluk Persia. Burj al-Arab dimiliki oleh Jumeirah


KONSEP BENTUK

Pada  Oktober 1993 ia pun mengajukan konsep awal bangunan dengan model kartu sederhana. Ia meyakinkan sang klien bahwa model dhow, perahu layar Arab, ini amat tepat untuk Dubai. Dua ‘sayap’ yang tersebar dalam bentuk V akan menjadi ‘tiang’ besar. Sementara ruang antaranya ditutup dalam bentuk atrium setinggi 180 meter. Ini akan benar-benar menjadi ikon. Konsep yang ia diajukan arsitek kelahiran 18 September 1957 ini pun disetujui. Tahun berikutnya, konstruksi pun dimulai. Tom Wright harus tinggal di Dubai selama proses desain dan pembangunan proyek ini. Hotel ini dibangun di atas pulau buatan yang berjarak 280 meter dari lepas pantai. 


KOSEP STRUKTUR

Untuk membuat fondasinya aman, kontraktor bangunan ini memancang 230 tiang beton berukuran 40 meter ke dalam pasir. Hotel ini terdiri atas 59 lantai dengan 202 kamar. Kamar terluas berukuran 780 meter persegi, sementara yang terkecil 169 meter persegi. Desain kamar-kamar tersebut berbentuk jukstaposisi timur dan barat. Lima tahun kemudian, yakni pada 1999, ikon Dubai ini pun terbangun megah. Burj Al Arab menjadi bangunan tertinggi di dunia dengan fasad membran, yakni bangunan yang permukaannya didesain dinamis. Ia juga merupakan hotel tertinggi ketiga di dunia. 

SUMBER:  https://id.wikipedia.org/wiki/Burj_al-Arab
                  http://media.rooang.com/2014/12/tangan-dingin-tom-wright-untuk-burj-al-arab/



Minggu, 07 Februari 2016

HUKUM & PRANATA TUGAS TAMBAHAN

Faktor Faktor yang berpengaruh terhadap keterlambatan penghambatan pembangunan konstruksi

Proyek sering mengalami keterlambatan. Bahkan bisa dikatakan hampir 80% proyek mengalami keterlambatan. Jeleknya, keterlambatan proyek sering berulang pada aspek yang dipengaruhi maupun faktor yang mempengaruhi.
Waktu (Time) adalah salah satu constraint dalam Project Management di samping biaya (Cost), dan kualitas (Quality). Keterlambatan proyek akan berdampak pada aspek lain dalam proyek. Sebagai contoh, meningkatnya biaya untuk effort mempercepat pekerjaan dan bertambahnya biaya overhead proyek. Dampak lain yang juga sering terjadi adalah penurunan kualitas karena pekerjaan “terpaksa” dilakukan lebih cepat dari yang seharusnya sehingga memungkinkan beberapa hal teknis “dilanggar” demi mengurangi keterlambatan proyek.
faktor yang mempengaruhi atau yang menjadi penyebab. Adapun faktor yang terpengaruh yang menyebabkan proyek terlambat adalah:
§  Keterlambatan terkait material
§  Keterlambatan terkait tenaga kerja
§  Keterlambatan terkait peralatan
§  Perencanaan yang tidak sesuai
§  Lemahnya kontrol waktu proyek
§  Keterlambatan Subkontraktor
§  Koordinasi yang lemah
§  Pengawasan yang tidak memadai
§  Metode pelaksanaan yang tidak sesuai
§  Kurangnya personil secara teknikal
§  Komunikasi yang lemah

Suatu penelitian yang dilakukan M.Z. Abd. Majid dan Ronald Mc.Caffer membuat korelasi antara faktor yang mempengaruhi aspek-aspek dalam hal schedule pelaksanaan proyek. Sebagai contoh adalah keterlambatan terkait material dipengaruhi oleh faktor-faktor pengiriman terlambat / mobilisasi yang lamban, supplier / subkontraktor yang tidak handal, material rusak, perencanaan yang kurang, kualitas yang jelek, kurangnya monitor dan kendali, dan komunikasi yang tidak efisien. Mengenai korelasi ini akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan berikutnya.
Lebih lanjut pada penelitian tersebut, dilakukan analisis mengenai faktor yang berkontribusi pada keterlambatan proyek yang dikaji dari penelitian sebelumnya. Hasilnya diperoleh suatu peringkat 25 faktor yang paling berkontribusi atau paling mempengaruhi keterlambatan proyek. Lihat tabel berikut ini:
Factor
Aggregate rating based on previous studies
Ranking
Late delivery or slow mobilization
8
1
Damaged materials
22
2
Poor planning
27
3
Equipment breakdown
31
4
Improper equipment
34
5
Unreliable supplier / subcontractor
34
6
Inadequate fund allocation
35
7
Poor quality
36
8
Absenteeism
44
9
Lack of facilities
44
10
Inappropriate pratices/procedures
46
11
Lack of experience
47
12
Attitude
47
13
Poor monitoring and control
48
14
Strike
48
15
Shortages of personnel
53
16
Delay payment to supplier/subcontractor
53
17
Inefficient communication
57
18
Wrong method statement
59
19
Unavailability of proper resources
59
20
Deficient contract
61
21
Interference with other trades
62
22
Too many responsibility
63
23
Subcontractor bankcuptcy
64
24
Low morale / motivation
66
25

Tabel di atas diperoleh dari review penelitian yang melibatkan 900 organisasi proyek baik di negara maju maupun negara berkembang. Agak menarik bahwa tidak ada perbedaan faktor yang signifikan yang menyebabkan keterlambatan proyek pada negara maju maupun negara berkembang. Artinya faktor-faktor di atas dapat dijadikan acuan dalam menelusuri faktor keterlambatan proyek.
Lalu apa yang bisa kita manfaatkan dari tabel di atas? Jika proyek Anda terlambat, Tabel di atas akan bermanfaat sebagai suatu daftar checklist untuk mengidentifikasi faktor yang menjadi penyebab keterlambatan proyek. Tentu dengan memperhatikan ranking yang telah ada. Menemukan penyebab adalah langkah awal penting yang harus dilakukan dalam rangka memetakan masalah-masalah yang mennyebabkan keterlambatan proyek. Solusi atau strategi yang tepat untuk mengatasi keterlambatan akan lebih mudah didapatkan jika proyek telah memetakan faktor-faktor utama yang menyebabkan proyek mengalami keterlambatan.

Sumber : http://manajemenproyekindonesia.com/?p=389

HUKUM & PRANATA - TUGAS 3

RUANG TERBUKA HIJAU

Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi:
·kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis.
·kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi;
·area pengembangan keanekaragaman hayati.
·area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan;
·tempat rekreasi dan olahraga masyarakat.
·tempat pemakaman umum.
·pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan.
·pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis.
·penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta kriteria            pemanfaatannya.
·area mitigasi/evakuasi bencana
·ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan peraturan perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.

FUNGSI DAN MANFAAT

Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
·memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota)
·pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar
·sebagai peneduh
·produsen oksigen
·penyerap air hujan
·penyedia habitat satwa
·penyerap polutan media udara, air dan tanah,
·penahan angin.

Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
1.Fungsi sosial dan budaya:
·menggambarkan ekspresi budaya lokal.
·merupakan media komunikasi warga kota.
·tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.

2.Fungsi ekonomi:
·sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur.
·bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain.

3.Fungsi estetika:
·meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan.
·menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota.
·pembentuk faktor keindahan arsitektural.
·menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati.

Manfaat RTH

Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:
1.Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah).

2.Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).

Tipologi RTH

Tipologi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah sebagai berikut:
·Fisik : RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan.
·Fungsi : RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.
·Struktur ruang : RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.
·Kepemilikan : RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat.
Penyediaan RTH
Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada:
·Luas wilayah
·Jumlah penduduk
·Kebutuhan fungsi tertentu

Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah

Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:
·ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat.
·proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
·apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.
·Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.
·250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT
·2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW
·30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan
·120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan
·480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar).
Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.

Prosedur Perencanaan

Ketentuan prosedur perencanaan RTH adalah sebagai berikut:
·penyediaan RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang (RTRW Kota/RTR Kawasan Perkotaan/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/Rencana Induk RTH) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat;
·penyediaan dan pemanfaatan RTH publik yang dilaksanakan oleh pemerintah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku;
·tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTH publik meliputi.
·perencanaan.
·pengadaan lahan.
·perancangan teknik.
·pelaksanaan pembangunan RTH.
·pemanfaatan dan pemeliharaan.
·penyediaan dan pemanfaatan RTH privat yang dilaksanakan oleh masyarakattermasuk pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan pembangunan;
·pemanfaatan RTH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame (billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
·mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing  daerah;
·tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman misalnya menghalangi penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk tajuknya;
·tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTH;
·memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTH
·tidak mengganggu fungsi utama RTH yaitu fungsi sosial, ekologis dan estetis.

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) KOTA SURABAYA

       Surabaya, sebagai kota terbesar di Jawa Timur, wajib menerapkan RTH seluas 20% luas kota, dimana 10% berupa hutan kota, maka Surabaya diharapkan menjadi kota taman atau “Green City”. Kota taman menurut Utomo (2003), adalah: penatan ruang kota yang menempatkan RTH sebagai asset, potensi dan investasi kota jangka panjang yang memiliki nilai ekonomi, ekologis, edukatif dan estetis sebagai bagian penting nilai jual kota. Kota taman atau “Green City”sebagai konsep realisasi RTH di Surabaya, diharapkan terjadi keseimbangan tata guna lahan untuk pembangunan dibidang ekonomi, social-politik, budaya dan lingkungan dan mencapai tujuan dibentuknya RTH dalam berkehidupan di Surabaya. RTH di Surabaya luasannya yang ada sekarang menurut data Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya, RTH di Surabaya realitanya hanya 3.000 Ha dibandingkan dengan luasan kawasan yang terbangun, masih belum mencukupi bagi Surabaya yang luasnya 326 ribu Ha. Berdasarkan RTRWP Jawa Timur tahun 2005 – 2020, RTH di Surabaya seharusnya ada sekitar 6.500 Ha termasuk hutan kota.
       Bentuk RTH yang sudah ada di Surabaya, adalah hutan kota, taman kota, taman rekreasi kota, Area hutan kota di Surabaya, ada di Lakarsantri seluas 8 Ha, Kebun Bibit Wonorejo seluas 2 Ha dan waduk Wonorejo seluas 5 Ha. Taman rekreasi kota di Surabaya ada di Taman Surya, Taman Bungkul, dan Taman Flora Kebun Bibit, sedangkan bentuk RTH lainnya adalah taman kota dan jalur hijau ditepi atau ditengah jalan utama, misalnya jalan Raya Darmo, serta area hijau di bangunan-bangunan yang melestarikannya.Pemerintah Kota Surabaya, sudah berusaha menata RTH lebih baik dari sebelumnya, diawali dari Ibu Tri Rismaharini yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Madya Surabaya. Beliau memulai dengan menghijaukan dan menata kembali jalur-jalur hijau, taman rekreasi kota dan taman-taman kota di Surabaya yang sudah lama tidak diperhatikan. Penataan penghijauan di Surabaya masih diteruskan sampai kini oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Madya Surabaya dan berhasil menghijaukan sebagian besar jalur-jalur hijau, taman-taman kota, taman-taman rekreasi kota dan hutan kota, sehingga telah mempercantik dan mempersegar kota Surabaya.
      Ketentuan detail tentang berapa jumlah pohon pelindung yang menjadi tanggung jawab masing-masing pihak per luas bangunan yang didirikan pun diutarakan dalam peraturan tersebut. Pemerintah Kota Surabaya lewat Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya tahun 2009 mengutarakan strategi penambahan ruang terbuka hijau antara lain sebagai berikut :

Jenis ruang terbuka hijau
Luas wilayah
yang direncanakan (Ha)
Prasarana lingkungan
92,5
Boezem
47,31
Lapangan/taman
38,56
Makam
69,86
Pedestrian
1,3
Urban Farming
26,35

TAMAN TAMAN YANG ADA DISURABAYA

Taman Bungkul




Revitalisasi Taman Bungkul dengan konsep Sport, Education, dan Entertainment telah diresmikan sejak tanggal 21 Maret 2007. Area seluas 900 meter persegi yang dibangun dengan dana sekitar 1,2 Milyar itupun dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti skateboard dan sepeda BMX track, jogging track, plaza (sebuah open stage yang bisa digunakan untuk live performance berbagai jenis entertainment), akses internet nirkabel (Wi-Fi atau HotSpot), telepon umum, arena green park seperti kolam air mancur, dan area pujasera. Bahkan taman ini juga dilengkapi dengan jalur bagi penyandang cacat agar mereka pun dapat ikut berekreasi.

Taman Flora


Taman Flora seluas 2,4 Hektar yang terletak di eks Kebon Bibit, Bratang Surabaya kini kian bertambah nilainya. Selain rindang oleh ratusan jenis pohon dan tanaman, taman ini juga disebut Techno Park karena dilengkapi dengan fasilitas teknologi internet.
Taman Flora seluas 33.810 m2 ini dihiasi dengan berbagai tanaman, seperti teh-tehan, kana, telo-teloan, erva merah, pandanus, spider lili, zig-zag, gandarusa, dan adam eva.
Setelah diresmikan Agustus 2007, area ini dilengkapi dengan sebuah ruangan yang berukuran sekita 5×10 meter persegi. Ruangan dini digunakan untuk pembelajaran IT dengan 6 line jaringan komputer yang tersambung dengan internet. Disini dilengkapi software berbagai games interaktif untuk sosialisasi tentang lingkungan dan masalah sampah. Techno Park ini bersifat interaktif, yang dapat dimanfaatkan oleh anak-anak sekolah untuk praktek atau membentuk komunitas IT.

Taman Mayangkara
tmn_mayangkara1

Taman Mayangkara dibangun antara lain untuk mengenang keberanian Batalyon 503 Mayangkara di bawah pimpinan Mayor Djarot Soebyantoro saat menghadapi Belanda. Di Area Taman Mayangkara, di depan Rumah Sakit Islam (RSI), terdapat monumen Mayor Djarot Soebyantoro menaiki kuda putih Mayangkara. Warga Surabaya biasa menyebut Monumen Mayangkara.
Berada di lokasi ini terasa makin nyaman karena seluruh area taman telah berhias warna-warni bunga dan tanaman hias. Bahkan, di sekeliling monumen dilengkapi arena untuk jalan-jalan dan sarana untuk memadu keceriaan bersama keluarga.
sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Surabaya

Referensi :
http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/index.asp?mod=_fullart&idart=106
http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html
http://www.jtsp-unnes.org/2012/07/identifikasi-ruang-terbuka-hijau-kota.html
https://fasilitasumumsby.wordpress.com/taman/
http://repository.petra.ac.id/15196/1/Surabaya_menjadi_Kota_Taman_atau.pdf